Novel Kokoro dibuka dengan cara yang berlainan dari novel-novel pada umumnya. Dibuka dengan narator yang tak bernama, memegang pen di tangannya, dan mengingat masa lalunya dengan orang lain yang ia sebut dengan sensei pada saat dia sedang berlibur ke suatu tempat.
Ini merupakan pembukaan novel yang sangat sederhana yang dilakukan menggunakan prosa yang sangat biasa untuk menghindari penggunaan kalimat yang kompleks. Namun tentu saja kalau buku ini bukanlah buku yang sederhana dari segi manapun.
Kokoro merupakan melodrama mengenai isolasi dan rasa bersalah yang ditimbulkan oleh diri sendiri. Sebuah pengalaman yang indah dan tulus dengan menjelajah persahabatan antara seorang mahasiswa muda dan mentornya yang dia sebut dengan Sensei. Novel ini dengan cemerlang menyikap semua emosi daripada manusia seperti egoisme, rasa bersalah, godaan, cobaan, dan juga kesepian, yang disampaikan melalui karakter dalam novel ini.
Kokoro merupakan novel yang ditulis oleh seorang penulis jepang yang sudah cukup terkenal, yakni soseki natsume pada tahun 1914 dalam bentuk serial pada koran nasional jepang Asashi Shinbun yang cukup terkenal pada saat itu. Meskipun kokoro berarti “hati”, kata kokoro ini juga memiliki arti lain seperti “perasaan” dan lain sebagainya, tergantung daripada makna pada novel ini sendiri.
Soseki Natsume merupakan penulis yang cukup terkenal dengan karya-karya yang dimilikinya. Namun, novel kokoro ini berhasil menarik perhatian pembaca secara internasional setelah novel ini diterjemahkan ke dalam Bahasa inggris pada tahun 1957, 41 tahun setelah kematian penulisnya pada tahun 1916.
Novel kokoro ini juga diterbitkan pada tahun 2016 di Indonesia dibawah naungan penerbit buku Gramedia dalam Bahasa Indonesia dengan judul “Rahasia Hati”. Hal ini membuktikan kepopuleran novel kokoro ini dimata masyarakat dunia, terutama sekarang ini.
Novel kokoro ini pada intinya bercerita tentang pertemuan antara kedua pemain utama dalam novel ini yakni, si tokoh “aku” yang merupakan seorang mahasiswa pada universitas di Tokyo dalam cerita ini dan juga seorang pria yang dipanggil dengan sebutan “sensei” yang juga berarti “guru” dalam Bahasa jepang. Yang uniknya, kedua karakter utama pada novel ini tidak pernah dikaetahui Namanya sampai pada akhir novel ini sendiri.
Si tokoh “aku” pada novel ini yang juga sebagai narrator utama pada novel ini, bertemu dengan “sensei” pada suatu pantai dan merasa tertarik pada tokoh “sensei” ini. Ketertarikan inilah yang membuat narrator dalam cerita kita masuk secara perlahan ke dalam kehidupan pribadi “sensei” sampai kepada masa lalu tokoh “sensei” yang kelam.
Novel kokoro ini juga bukanlah novel yang hanya bertemakan tentang cinta segitiga seperti yang banyak orang anggap. Novel ini, pada intinya merupakan novel tentang ketidakpercayaan antar manusia, cerita tentang isolasi individu kepada dunia, dan juga cerita tentang kebenaran yang tidak ingin terima oleh kebanyakan orang.
Novel ini mengisahkan tentang hubungan manusia antara satu dengan yang lain dan pada tingkat yang berbeda. Hubungan yang dapat terjadi pada semua orang. Perasaan yang mungkin bisa disebut 'cinta' dari sudut yang berbeda, makna sastra yang berbeda, dan tindakan individu yang dipengaruhi berdasarkan perasaan.
Dalam novel Kokoro, Soseki membandingkan nilai tradisional dan nilai modern. seperti yang kita tahu, Nilai merupakan sesuatu yang tumbuh dalam diri kita. Kita belajar mengenai nilai-nilai dasar kita seperti kita sedang belajar bahasa pertama kita, dari seluruh masyarakat yang berada di sekitar kita pada saat kita tumbuh dewasa. Perbedaannya adalah kita dapat mempelajari bahasa baru tanpa mengubah atau menghilangkan bahasa asli atau pertama kita. Namun, berusaha merubah nilai dalam diri kita, seringkali berakhir menyakitkan karena kita harus meninggalkan apa yang paling penting bagi kita atau mengisolasikan diri kita seperti karakter dalam novel ini.
Pengarang novel ini, Natsume Soseki, mencoba memberitahu pembaca mengenai nilai-nilai ini menggunakan karakter dalam novelnya. Sensei sebagai karakter lebih tua yang sedang berjuang dengan nilai-nilai dan kesalahannya di masa lalu, sementara yang narator yang lebih muda hanya mencari jawaban dari Sensei.
Natsume Soseki menunjukan dengan jelas bahwa tidak ada seorang pun yang dengan jelas memasukkan dirinya ke dalam suatu peran, dikarenakan memang, masing-masing individu harus berurusan dengan nilai-nilai yang berubah dalam hidupnya sendiri seiring berjalannya waktu, dan mungkin akan selamanya dihadapkan pada dilema-nya sendiri.
Pada akhirnya, saya menemukan diri saya sedikit terombang-ambing karena saya ditinggalkan dengan tindakan dari dua karakter utama yang saya bahkan tidak merasa terlalu suka dan dengan hasil akhir yang saya tidak akan pernah tahu. Yang membuat saya lebih memikirkan hidup seiring membaca novel ini. Karena memang buku ini merupakan buku yang baik untuk membuat pemacanya berfikir. Bukan membuat pembacanya berfikir mengenai cerita dalam novel ini, melainkan berfikir mengenai hidup berdasarkan nilai-nilai yang terdapat pada novel ini.
Novel kokoro ini, secara keseluruhan dibagi ke dalam tiga bagian atau tiga bab. Dalam tiga bagian ini, kita sebagai pembaca akan dapat mengerti akan pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa suatu karakter berbuat atau berkata sesuatu atau mungkin tentang bagaimana karakter utama dalam novel ini menyelesaikan masalah mereka sendiri. Ketiga bagian novel tersebut yakni :
- Bagian I – “Sensei dan Aku”
Ketika liburan berakhir, dan sensei akan kembali ke Tokyo, yang juga merupakan kota di jepang. Si narrator bertanya apakah dia boleh untuk mengunjungi sensei sewaktu-waktu, dan sensei pun menyetujuinya, walaupun sensei terkesan kurang antusias, namun setidaknya narrator kita mendapatkan persetujuan sensei.
Selang beberapa minggu, narrator kita mengunjungi rumah sensei namun mendapati kalau sensei sedang tidak berada dirumah. Seiring berjalannya waktu, narrator kita mengetahui kalau setiap bulannya, sensei akan mengunjungi kuburan daripada temannya yang sudah meninggal.
Namun sensei tetap menjaga jarak terhadap narrator kita, sedangkan istri daripada sensei terlihat dekat dengan narrator kita. Disaat yang bersamaan, sensei juga tidak mau menceritakan apapun tentang kuburan teman yang dia kunjungi setiap bulannya.
Hal ini membuat narrator kita semakin kagum sampai kepada titik tidak wajar dan berjanji pada dirinya kalau suatu saat nanti, ketika waktunya sudah tepat, dia akan mencari tahu tentang masa lalu sensei tersebut.
- Bagian II – “Orangtuaku dan Aku”
Namun perayaan tersebut haruslah ditunda karena mereka mendapatkan berita bahwa kaisar Meiji pada saat itu jatuh sakit yang membuat ayah daripada narrator kita bersedih dan memperparah sakitnya.
Setelah kaisar Meiji meninggal dunia, narrator kita dipaksa oleh ibunya agar segera mencari pekerjaan dan sakit ayah daripada narrator kita semakin parah membuat narrator kita harus berada di rumah orangtuanya pada saat itu.
Karena permohonan ibunya ini, narrator kita akhirnya memutuskan untuk mengirim surat kepada sensei dan meminta tolong kepada sensei untuk mencarikannya pekerjaan di Tokyo. Narrator kita tidak berharap banyak dari surat tersebut, namun setidaknya narrator kita mengharapkan balasan dari sensei, namun sayangnya surat balasan dari sensei tidak kunjung tiba, yang membuat narrator kita kecewa.
Waktu terus berjalan dan keadaan ayah daripada narrator kita memburuk, membuat keluarga narrator berkumpul mengantisipasi kematian ayahnya. Lalu datanglah kabar kalau jendral Nogi Maresuke melakukan aksi bunuh diri setelah kematian kaisar Meiji, yang merupakan hal yang wajar pada Jepang pada saat itu.
Beberapa waktu berlalu, dan datanglah surat dari sensei kepada narrator kita yang memanggil narrator kita untuk pergi ke Tokyo. Dikarenakan keadaan ayahnya, narrator kita menolak permintaan sensei dengan menjelaskan situasinya pada saat itu.
Beberapa hari kemudian, narrator kita mendapatkan surat yang sangat tebal dari sensei. Narrator kita membaca secara sekilas surat tersebut yang menceritakan tentang masa lalu dari sensei. Dan ketika narrator kita melihat bagian akhir dari surat tersebut yang berbunyi “ketika surat ini telah sampai kepadamu, aku sudah tidak ada di dunia ini lagi. Aku telah meninggal dunia”.
Narrator kita berlari ke stasiun kereta, menaiki kereta pertama menuju Tokyo. Di dalam perjalanan, narrator kita mengeluarkan surat terakhir yang dia dapat dari sensei dan mulai membaca suratnya dari awal.
- Bagian III – “Sensei dan Pesannya”
Sensei telah kehilangan kedua orangtuanya ketika masih remaja karena penyakit. 0leh karena itu sensei mendapatkan banyak warisan peninggalan orangtuanya. Namun paman daripada sensei berhasil menipu sensei, membuat sensei memutuskan semua hubungannya dengan keluarganya.
Pada saat itu, sensei sudah mulai belajar pada Tokyo, dan tinggal pada sebuah kediaman bersama dengan seorang janda dan anak perempuannya. Yang dimana sensei merasa jatuh cinta pada anak perempuan tersebut namun takut akan masa lalunya, jadi sensei memendam perasaanya.
Sensei berteman baik dengan teman sekelasnya yang dia panggil dengan nama “K”. “K” membohongi orangtuanya agar dapat belajar filsafat dan agama di universitas dengan berkata kalau ia belajar tentang kedokteran, yang membuat “K” diusir oleh orangtuanya pada akhirnya.
Sensei sangat simpatis dengan keadaan “K” dan memutuskan untuk mengajak “K” untuk tinggal bersamanya yang disetujui oleh “K”. semua berjalan dengan baik pada awalnya, namun sensei mulai menyadari kalau kian hari, “K” semakin dekat dengan perempuan yang ia cintai, menimbulkan rasa benci pada hatinya.
Ketika “K” memberitahu perasaan cintanya kepada wanita yang sama dengan sensei, membuat sensei bingung harus berbuat apa, sehingga pada akhirnya sensei memutuskan untuk melamar gadis tersebut tanpa sepengetahuan “K” yang diterima pada akhirnya oleh dia dan keluarganya.
Hari berlalu, sampai gadis tersebut memberitahu “K” dan kaget dengan reaksi dari “K”. membuat wanita tersebut memarahi sensei karena tidak memberitahu temannya. Pada akhirnya sensei memutuskan untuk memberitahu “K” tentang semua ini keesokan paginya. Namun hal ini tidak berhasil, karena “K” bunuh diri pada malam harinya. Membuat sensei merasa bersalah sampai hari ini.
Dengan terbukanya masa lalu daripada sensei, sensei meminta narrator kita untuk tidak memberitahu istrinya akan surat ini sampai akhir hayat istrinya. Dan melakukan aksi bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya.
Melalui cerita ini, si penulis, Soseki Natsume, ingin menunjukan kepada pembacanya, kalau memang manusia merupakan mahluk yang kesepian di dalam hatinya, dan manusia hanya dapat berfikir tentang betapa gagalnya mereka dalam masyarakat, dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Meskipun berakhir sangat tragis, buku ini juga secara bersamaan terasa tenang dan menyejukkan hati ketika dibaca. Buku kokoro ini juga akan terasa bagi pembaca yang mengerti tentang sejarah Jepang, serta transisi dari satu masa ke masa, yang dalam novel ini ditandai dengan kematiannya kaisar Meiji dan lahirnya era modern di Jepang.
Buku ini juga mengajari kita semua bahwa setiap orang memiliki masa lalu mereka sendiri yang mereka sesali. penyesalan, penyesalan tidak dilakukan, dan beban berat yang mereka bawa sejak itu, menyebabkan kesedihan nyata dan malapetaka, dan mereka jgua tidak tahu bagaimana mereka bisa terlepas perasaan itu. Hal ini yang membuat mereka menarik diri secara sosial. bahkan terdapat sebagian orang yang memutuskan untuk bunuh diri karena menganggap hal tersebut menjadi cara terbaik untuk mengakhiri segalanya.
Perasaan ini terjadi pada hampir semua orang di beberapa titik kehidupan kita, dan entah bagaimana saya dengan mudah tertarik dengan buku ini sejak awal, karena saya tahu perasaan menghormati seseorang yang dapat kita anggap sebagai guru kita, seseorang yang kita sebut 'sensei ' dalam cerita ini, dan upaya kita untuk menunjukkan kepada mereka bahwa betapa berartinya mereka bagi diri kita.
Tidak ada sesuatu yang dapat kita perbuat tentang rasa kesepian atau kesendirian dalam diri kita. Natsume Soseki menyatakan hal ini dengan kata sabishisa (kesepian dalam hati), namun kita masyarakat era modern zaman sekarang sudah terbiasa dengan perasaan sabishisa ini. Kita bahkan menganggapnya sebagai fakta kehidupan sehari-hari.
Sudah lebih dari seratus tahun berlalu semenjak era kekaisaran Meiji dan novel kokoro ini ditulis. Meskipun era tersebut sudah lama berlalu, mungkin kenyataan bahwa cerita ini masih terus dibaca oleh semua kalangan di berbagai belahan dunia menjadi bukti akan kebenaran daripada buku ini.
Pada akhirnya, saya ingin menarik pesan dari kutipan novel kokoro ini yang dikatakan oleh karakter “sensei” pada novel ini dalam Bahasa inggris:
“You seem to be under the impression that there is a special breed of bad humans. There is no such thing as a stereotype bad man in this world. Under normal conditions, everybody is more or less good, or, at least, ordinary. But tempt them, and they may suddenly change. That is what is so frightening about men.”
Dengan kata lain, jangan percaya siapapun. Sumber: Soseki Natsume
sumber gambar :
1. https://images.gr-assets.com/books/1327991553l/762476.jpg
2. https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ea/Soseki.jpg/220px-Soseki.jpg
3. https://1.bp.blogspot.com/-sPTtEpTXKVk/V9tSuEbX_YI/AAAAAAAACIA/UBXXYRjPBAYmqKIU71Rm_2FquEz_ssdXwCLcB/s1600/ID_KPG2016MTH04RHAT_B.jpg